Senin, 25 Agustus 2014

Tony Abbott Setujui Pembelian 86 Jet Tempur F-35

Tony Abbott Setujui Pembelian 86 Jet Tempur F-35

F-35B dan C

Pemerintahan Tony Abbott memberikan lampu hijau kepada Departemen Pertahanan Australia untuk melakukan pembelian militer terbesar sepanjang sejarah Australia, yaitu untuk membeli hingga 86 jet tempur siluman F-35 buatan Amerika Serikat untuk Angkatan Udara Australia (RAAF), laman news.com.au melaporkan.

Ketika sudah dikirimkan antara tahun 2018 dan 2020, harga masing-masing F-35 akan sekitar USD 90 juta (sekitar 1,028 triliun) dan secara keseluruhan proyek pembelian ini akan memakan biaya USD 14 miliar, sudah termasuk "biaya hidup" bagi 86 F-35 Joint Strike Fighter (JSF) selama 30 tahun.

Namun opsi pembelian ini masih perlu disajikan dihadapan Komite Keamanan Nasional Australia guna mendapatkan persetujuan.

Amerika serikat yang mengepalai proyek pengembangan F-35 dan berencana untuk membeli 2.443 unit pesawat generasi kelima ini telah berhasil meyakinkan Australia bahwa proyek F-35 tidak akan melenceng dari jalurnya (mengingat beberapa kendala pembangunan F-35) dan F-35 yang Australia inginkan akan dikirimkan tepat waktu.

Letnan Jenderal Chris Bogdan dari Angkatan Udara AS mengatakan kepada News Corp Australia di Sydney bahwa program JSF berjalan dengan baik. "Lockheed Martin melakukan pekerjaan jauh lebih baik daripada yang didengar oleh pelanggan, yaitu kita," katanya.

AS akan membeli 2.443 unit F-35 yang terdiri dari 1.763 unit F-35 konvensional atau model A untuk Angkatan Udara, 360 unit model B atau versi pendaratan vertikal untuk Korps Marinir dan 360 unit model C yaitu varian yang dioperasikan dari kapal induk untuk Angkatan Laut AS.

JSF merupakan program pengembangan senjata militer yang begitu banyak menguras anggaran AS, sekaligus sebagai program pembangunan senjata termahal dalam sejarah Pentagon.

Dua F-35 model A pertama RAAF sudah masuk lini produksi di pabrik Fort Worth Lockheed Martin, dan pesawat pertama dijadwalkan tiba di Pangkalan Udara Williamton RAAF pada 2018 dengan skuadron pertama akan beroperasi secara penuh pada tahun 2020.

JSF akan menggantikan armada pesawat tempur F/A Hornet dan akan memberikan RAAF keunggulan besar dari kekuatan regional lainnya bersama dengan Singapura yang juga berencana untuk membeli jet tempur siluman ini.

Hingga akhir 2013 lalu, JSF telah terbang selama 12.000 jam dalam 8000 penerbangan dan setidaknya sudah ada 59 pesawat yang dioperasikan dan 20 pesawat masih diuji coba.

Pada seminar kekuatan udara yang diadakan Williams Foundation di Canberra pada 11 Maret 2014, pilot tempur RAAF Squadron Leader (setingkat Mayor) Matt Harper dan dan pilot tempur Korps Marinir AS Letnan Kolonel Chip Berke keduanya memberikan pujian atas kecanggihan super komputer pada pesawat tempur JSF.

Squadron Leader Harper adalah orang Australia pertama yang menerbangkan pesawat tempur generasi kelima F-22 Raptor dan Letnan Kolonel Berke adalah satu-satunya orang yang menerbangkan F-22 dan F-35 JSF.

"Fitur siluman akan membuat Anda tak terbendung dan tingkat kesadaran situasional musuh akan menjadi nol," kata Harper.

"Jet ini akan meningkatkan survivabilitas dan mengurangi risiko misi dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan misi. Informasi lebih berharga daripada (hanya mengandalkan) kecepatan," tambah Harper. (News.com.au/kredit gambar: Lockheed Martin)

[Foto] Jet Tempur Su-27 Flanker Rusia Dipersenjatai Rudal Menuju Belarus

[Foto] Jet Tempur Su-27 Flanker Rusia Dipersenjatai Rudal Menuju Belarus

Enam jet tempur Su-27 Rusia dikerahkan ke Belarus untuk berkumpul dengan pasukan lainnya di perbatasan dengan dilengkapi rudal.

Su-27 Rusia

Rusia telah mengerahkan enam Su-27 Flanker dan tiga pesawat transportasi ke lapangan terbang Bobruisk di Belarus Timur, hal ini terkait permintaan Presiden Belarus Aleksandr Lukashenko untuk bantuan Rusia terhadap potensi ancaman dari NATO.
Su-27 yang dikirimkan terlihat membawa rudal (konfigurasi siaga).
Penyebaran ini diduga sebagai respon atas NATO yang menyebarkan jet tempur F-16 Amerika Serikat ke Polandia, dan pesawat E-3 AWACS (pengintai dan peringatan udara dini) ke Polandia dan Rumania untuk mengantisipasi referendum besok (16 Maret) yang akan memutuskan apakah Crimea (wilayah Ukraina) akan bergabung dengan Rusia atau tidak.

Jet Tempur Siluman Jepang akan Terbang Perdana Tahun Ini

Jet Tempur Siluman Jepang akan Terbang Perdana Tahun Ini

Desain ATD-X
Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera kembali menegaskan rencana Jepang untuk melakukan penerbangan perdana pesawat tempur generasi kelima buatan Jepang pada tahun ini. Pesawat yang dimaksud adalah Advanced Technology Demonstrator-X (ATD-X), prototipe (purwarupa) pesawat tempur siluman masa depan untuk menggantikan pesawat tempur Mitsubishi F-2 Pasukan Bela Diri Udara Jepang.

"Pada bulan Februari saya mengunjungi pabrik Mitsubishi Heavy Industries (MHI) Komaki Minami, dimana disana ATD-X sedang dibangun," Odonera mengatakan kepada Komite Urusan Luar negeri dan Pertahanan pada 10 April. "Ada yang memberitahu saya bahwa penerbangan pertama (ATD-X) akan dilaksanakan pada tahun ini," tambah Odonera seperti yang dilansir IHS Jane.

ATD-X, yang juga dijuluki sebagai Shinshin ("spirit of the heart"), sedang dikembangkan oleh Technical Research and Development Institute (TRDI) Kementerian Pertahanan Jepang, dengan MHI sebagai kontraktor utama. ATD-X dirancang untuk menjadi pesawat tempur superioritas udara, siluman dan dengan kemampuan manuver tinggi. Kementerian Pertahanan Jepang akan memanfaatkan prototipe pesawat ini untuk penelitian lebih lanjut tentang teknologi canggih dan pengintegrasian berbagai sistem, setelah itu baru membuat pesawat tempur "generasi keenam" yang sesungguhnya yang memiliki konsep i3 (informed, intelligent and instantaneous) dan kemampuan siluman.

"Awalnya MHI berencana untuk menampilkan ATD-X di hadapan media pada bulan Mei, segera setelah liburan Golden Week Jepang (tanggal 29 April, 3-5 Mei), dilanjutkan dengan penerbangan perdana," kata seorang pejabat di TRDI mengatakan kepada IHS Jane pada 15 April. "Sekarang mundur beberapa bulan dari jadwal," tambahnya.

Onodera juga mengatakan bahwa Kementerian Pertahanan Jepang juga sedang mempertimbangkan apakah pada tahun 2018 nanti (tahun rencana produksi ATD-X) akan dibangun sendiri oleh Jepang atau dengan bekerjasama dengan internasional. Hal ini akan ditinjau dari beberapa parameter seperti kemapanan teknologi dan efektivitas biaya.

Rencana Jepang untuk mengembangkan pesawat tempur F-3 ("generasi keenam") dari desain ATD-X (kemungkinan baru akan dikembangkan setelah ATD-X diproduksi) juga bisa berpaling dari bantuan Amerika Serikat, yang mana di masa lalu Washington telah memblokir upaya Tokyo untuk mengembangkan pesawat tempur sendiri.

Pada tahun 1980, dukungan untuk program pengembangan pesawat tempur FSX Jepang dihentikan oleh Washington, terkait kekhawatiran kemungkinan pertumbuhan industri penerbangan Jepang yang akan merusak Amerika Serikat. AS kemudian mengalihkan pengembangannya ke Mitsubishi F-2, pesawat tempur yang berdesain F-16C Lockheed Martin.

Para pejabat Jepang mengatakan bahwa China dan Rusia saat ini mengembangkan pesawat tempur generasi kelima yaitu Chengdu J-20 dan Sukhoi PAK-FA T-50, oleh karena itu pengembangan pesawat tempur siluman Jepang sangatlah mendesak untuk pertahanan udara nasional.

"Kami tahu bahwa dengan 28 lokasi radar kami dapat mendeteksi pesawat tempur generasi ketiga dan keempat dari jarak jauh, tetapi dengan munculnya pesawat tempur generasi kelima kita tidak tahu apa yang akan mereka lakukan," Letnan Jenderal Hideyuki Yoshioka, yang saat ini menjabat sebagai direktur dari Air Systems Development di TRDI, mengatakan kepada IHS Jane pada November 2011.

Di tahun 2014 ini, Kementerian Pertahanan Jepang mengalokasikan dana sebesar JPY 2,7 miliar (USD 26,5 juta) untuk melakukan penelitian mengenai sistem radar dan kontrol tembak, dan sistem lainnya yang mampu mendeteksi, melacak, dan mengatasi pesawat tempur siluman. (IHS Jane).

Boeing akan Jadikan Jet Tempur F-15 Mampu Meluncurkan Satelit

Boeing akan Jadikan Jet Tempur F-15 Mampu Meluncurkan Satelit

F-15 Strike Eagle dan peluncur satelit
Mungkin Anda berpikir bahwa peluncuran satelit ke ruang angkasa hanya bisa dilakukan dengan roket, tapi ke depan tidak lagi. Satelit kecil sudah bisa ditempatkan di orbit hanya dengan menggunakan jet tempur.
Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) Amerika Serikat bulan lalu menganugerahkan kontrak senilai USD 30,6 juta kepada Boeing untuk mengembangkan kendaraan peluncur satelit berdimensi panjang 7,3 meter yang akan ditempelkan pada bagian bawah pesawat tempur F-15E Strike Eagle.

Konsepnya, F-15E Strike Eagle akan melepaskan kendaraan peluncur ini di ketinggian 40.000 kaki (12.192 meter), dimana di titik ini mesin roket peluncur akan dinyalakan untuk selanjutnya membawa satelit ke orbitnya di luar angkasa.

F-15 Strike Eagle dan peluncur satelit
"Jika semuanya berjalan sesuai rencana, sistem peluncuran seperti ini akan menghemat biaya peluncuran satelit kecil - yang beratnya mencapai 45 kilogram - sebesar 66 persen," kata pejabat Boeing seperti yang dilansir di laman Space.com.
"Menggunakan jet tempur merupakan konsep yang lebih murah ketimbang menggunakan roket sekali pakai, sekaligus akan menjadi cara yang lebih cepat untuk mengirim satelit kecil ke orbitnya," pejabat itu menambahkan. Militer Amerika Serikat juga tidak perlu repot-repot dalam menyiapkan peluncuran, sebagian besar pekerjaan dilakukan dari F-15E Strike Eagle.
Selain pengembangan peluncur satelit kecil, DARPA juga ingin menghemat biaya peluncuran satelit besar. Adalah The agency's Experimental Spaceplane project, atau XS-1, yang ditujukan untuk mengembangkan kendaraan peluncur yang mampu membawa muatan (satelit) yang berbobot 1.361 sampai 2.268 kg ke orbit dengan biaya kurang dari USD 5 juta per penerbangan.

Gambar: Boeing

Dilema KF-X: Bermesin Tunggal atau Ganda?

Dilema KF-X: Bermesin Tunggal atau Ganda?

Desain KF-X
Potongan berita dari Korea Times: "Design of long-delayed KF-X still in debate"
Proyek pengembangan jet tempur KF-X masih mengalami perdebatan, tentang apakah pesawat ini akan bermesin tunggal atau bermesin ganda. Masalah inilah yang menjadi titik terbesar masalah pada program pengembangannya.

Saat ini, Badan Pengembangan Pertahanan (ADD) Korea masih berpihak pada Angkatan Udara, yang menginginkan jet tempur masa depan Korea harus bermesin ganda dengan mengusulkan desain yang berlabel C103 (gambar kiri).

Namun di sisi lain, Defense Acquisition Program Administration (DAPA), mengusulkan KF-X yang bermesin tunggal, dari desain yang berlabel C501 (gambar kanan), yang pengembangannya berdasarkan pesawat tempur ringan FA-50 Korea Aerospace Industries (KAI), dengan mengklaim bahwa hasilnya pesawat akan lebih murah dan lebih mudah untuk dikembangkan dan dibangun daripada yang disarankan ADD.

Korea Times menyebutkan bahwa KF-X, yang dibangun dengan bantuan kontraktor pertahanan global ditujukan untuk mengisi kesenjangan jet tempur Korea pada dekade berikutnya, telah tertunda karena keterbatasan anggaran dan pertanyaan atas kelayakannya.

Program ini diprakarsai oleh mendiang Presiden Kim Dae-jung pada Maret 2001. AU Korsel berencana membeli 120 jet KF-X untuk menggantikan armada F-4 dan F-5. Pada Januari, dana sebesar USD 18,7 juta telah dianggarkan dari anggaran pertahanan 2014 untuk menentukan desain dan mesin, dan DAPA mengatakan bahwa pada April nanti akan mulai menerima tawaran dari produsen untuk berpartisipasi dalam program KF-X.
Beritanya cukup panjang, sayangnya tidak menyebutkan satu pun kata Indonesia atau Indonesian Aerospace di dalamnya. Seolah ini bukan pengembangan bersama. Bukan hanya satu kali ini, pemberitaan KF-X versi Korea sebelum-sebelumnya juga seperti ini, jadi malas saya post disini.
Pertanyaan khusus (lebih tepatnya) untuk media-media Korsel, apakah dana pengembangan 20% (1,6 triliun) dari Indonesia belum ada apa-apanya? Apakah dana Indonesia sebesar 61 miliar (20%) untuk budjet pengembangan tahun 2015 juga belum ada apa-apanya? Juga apakah sumber daya ilmuwan kedirgantaraan kita yang dikirim kesana tidak memadai meskipun pesawat buatan kita sudah dibeli negara maju sekalipun? Hehe....

Tapi balik lagi, suka-suka mereka. Baca saja selengkapnya di link bawah ini (copy dan paste di address bar).

http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2014/03/180_152615.html

AS Sebarkan 12 Jet Tempur F-16 ke Polandia di Tengah Krisis Crimea

AS Sebarkan 12 Jet Tempur F-16 ke Polandia di Tengah Krisis Crimea

Sebuah skadron F-16 Angkatan Udara AS dari pangkalan udara Aviano, Italia, akan disebarkan ke Polandia di tengah krisis Ukraina.
F-16 Angkatan Udara AS

Dua belas pesawat tempur F-16 dan 300 militer AS akan dikerahkan minggu depan menuju pangkalan udara Lask di Polandia Tengah, untuk latihan gabungan dengan Angkatan Udara Polandia.
Menurut menteri pertahanan Polandia, Tomasz Siemoniak, latihan awalnya dijadwalkan hanya pada skala kecil, namun kini ditingkatkan setelah krisis di perbatasan timur Polandia.
F-16 AS disebarkan secara rutin ke Polandia. Pada Mei 2013, enam F-16 dan 150 militer dari Skadron Wisconsin Air National Guard 176 Tactical Fighterd dari pangkalan udara Truax dikerahkan menuju pangkalan udara Lask untuk latihan integrasi dan interopabilitas dengan F-16, Su-22 dan MiG-29 Polandia.
Sementara itu, enam F-15 dari Angkatan Udara Inggris memperkuat detasemen AS di Siauliai di Lithuania, dimana disana jet tempur AS melakukan tugas kepolisian udara di wilayah Baltik.
Tampaknya ini merupakan penyebaran kekuatan AS secara simbolis dalam menanggapi krisis Ukraina-Rusia, bila krisis tidak mereda Washington tampaknya akan melakukan lebih jauh lagi. (U.S. Air Force)

Australia Tambah Lagi 58 Pesawat Tempur F-35

Australia Tambah Lagi 58 Pesawat Tempur F-35

F-35A
Pada hari Rabu, 23 April 2014, Australia mengumumkan pembelian 58 pesawat tempur F-35 Lightning II JSF (Joint Strike Fighter) tambahan senilai AUD 12,4 miliar (USD 11,4 miliar). 

Dalam pidatonya, Perdana Menteri Tony Abbott dan Menteri Pertahanan David Johnston mengumumkan langkahnya tersebut dan mengatakan bahwa pesawat-pesawat tersebut akan dikirim ke Australia pada tahun 2023. Ditambah pesanan F-35 sebelumnya yang berjumlah 14 unit, total Australia akan mendapatkan 72 unit F-35. Tidak hanya itu, Australia juga tengah mempertimbangkan opsi penambahan 28 unit F-35 di tahun-tahun mendatang.

Menurut The Australian, harga sebesar AUD 12,4 miliar adalah harga untuk pembelian 58 F-35 lengkap dengan senjata dan pelatihan, dan AUD 1,6 miliar untuk pembangunan fasilitas dan infrastruktur baru untuk F-35 yang akan dibangun di Pangkalan Udara Williamtown di New South Wales dan Pangkalan Udara Tindal di Northern Territory.
Seperti yang dikatakan The Australian, pembelian F-35 tersebut adalah pembelian termahal untuk kesepakatan pertahanan dalam sejarah Australia. Pembelian ini juga muncul di saat anggota parlemen Australia memangkas dana pensiun dan layanan lainnya guna mengembalikan surplus anggaran. Menanggapi hal ini, Perdana Menteri Tony Abbott berulang kali menegaskan dalam pidatonya bahwa pemerintah Australia sudah memiliki dananya dan pembelian F-35 ini tidak akan mempengaruhi anggaran di masa mendatang.

"Saya ingin menekankan bahwa ini adalah uang yang disisihkan pemerintah selama dekade terakhir atau lebih, untuk memastikan bahwa pembelian ini dapat dipertanggungjawabkan," kata Abbott dilansir The Guardian. Abbott juga menjelaskan bahwa di masa depan, mau tidak mau Australia akan sampai pada satu titik dimana Australia akan membutuhkan kapal baru, pesawat baru, kendaraan lapis baja baru dll, sehingga Australia harus menyisihkan uang mulai dari sekarang untuk dibutuhkan di masa depan guna menjaga kekuatan pertahanan tetap efektif.

Berbeda dengan Abbott, pernyataan Menteri Pertahanan Johnston lebih berfokus pada kemampuan F-35 dan bagaimana pesawat-pesawat ini akan menambah postur pertahanan Australia. "Ini (F-35) adalah sistem yang dapat mendeteksi musuh dari jarak yang cukup fenomenal (jauh) dan tersembunyi (siluman/anti-radar), sehingga sangat sulit untuk dilacak," kata Johnston. Johnston juga menambahkan: "Kami menilai pesawat ini akan memenuhi semua kebutuhan Australia dalam hal kemampuan pesawat hingga sekitar tahun 2050."

Australia merupakan salah satu anggota dari program JSF (Joint Strike Fighter), dan pada awal program Australia menandantangani kontrak untuk mengakuisisi sekitar 100 F-35. Jumlah ini masih bisa dicapai seandainya opsi penambahan 28 F-35 sudah disetujui. Namun, beberapa anggota JSF lainnya seperti Italia, Denmark dan Kanada tampaknya tidak se-royal Australia, mereka kembali mengevaluasi pilihan mereka terhadap F-35 mengingat harganya yang terus melambung tinggi. Bahkan 2013 lalu santer beredar kabar bahwa Denmark dan Kanada berkemungkinan meninggalkan program JSF. Jika sekutu AS banyak yang keluar dari program ini (tidak membeli atau mengurangi jumlah yang akan dibeli) maka harga F-35 akan terus melambung. Namun pembelian Australia kemungkinan ini bisa menambah "iman" pelanggan potensial lain seperti Korea Selatan, Jepang dan Singapura yang juga ingin membeli pesawat ini.
Sebelumnya, banyak analis yang berpendapat bahwa Australia kemungkinan juga akan kehilangan kepercayaan dalam program pesawat tempur generasi kelima ini, terutama setelah pengumuman tahun lalu yang menyatakan bahwa Australia akan membeli 12 pesawat tempur Super Hornet tambahan dari Boeing untuk memperkuat armada yang ada. Tapi tampaknya pembelian Super Hornet ini hanya menjadi pengisi kesenjangan kekuatan tempur udara di Angkatan Udara Australia (RAAF) sebelum mereka menerima atau mengoperasikan F-35.
 
Dua F-35 pertama dari pesanan 14 unit yang disetujui untuk RAAF pada tahun 2009 kemungkinan akan dikirimkan pada akhir tahun ini ke pusat pelatihan terintegrasi RAAF di Pangkalan Udara Luke di Arizona dan akan terus berada di sana selama fase pengujian dan pelatihan. F-35 yang dibeli oleh Australia sendiri adalah varian conventional take-off and landing (CTOL) atau F-35A (khusus untuk angkatan udara).

Keputusan Canberra untuk mendasarkan kemampuan tempur udara di masa depan pada F-35 berarti menegaskan kembali komitmennya untuk menjadi pemimpin di kawasan regional, karena salah satu keunggulan utama F-35 adalah kemampuannya untuk beroperasi dalam satu kesatuan armada yang besar seperti berkolaborasi dengan F-35 dari negara lain. Sebagaimana yang dikatakan Jenderal Mike Hostage, Komandan Tempur Udara AS, bahwa: "Kemampuan pesawat (F-35) untuk beroperasi satu sama lain melalui secure distributed battlespace adalah pondasi penting untuk menghadirkan armada raksasa. Dan keunggulan F-35 yang bersifat sebagai armada global akan memberi keunggulan semua aliansi yang menggunakan F-35 karena dapat berkomunikasi satu sama lain dan saling mendistribusikan sistem operasi tempurnya."

Dengan demikian, semakin banyak negara-negara Asia yang menggunakan F-35, semakin besar kekuatan tempur yang ada di wilayah tersebut. F-35 Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura masing-masing akan saling melengkapi dalam operasi tempur.
Bertolak ke Eropa, bulan Juli nanti sepertinya akan menjadi pembuktian bagi F-35 dalam penerbangannya di pameran udara internasional Farnborough Air Show di luar London. Ini akan menjadi penerbangan pertama F-35 di luar AS.
Banyak yang menilai tujuan AS dalam memamerkan F-35 di Farnborough adalah untuk meningkatkan kepercayaan dari sekutu-sekutunya dalam program JSF. Selain itu, kehadiran F-35 pada pameran udara internasional tentu akan menghadirkan suasana baru mengingat selama ini pesawat-pesawat Rusia-lah yang paling menonjol di pameran-pameran udara internasional.

Gambar: U.S. Air Force photo/Master Sgt. Jeremy T. Lock

UAV Tempur China Pun Kini Terbang di Langit Arab Saudi

UAV Tempur China Pun Kini Terbang di Langit Arab Saudi

Wing Loong
Tidak bisa mendapatkan UAV tempur Predator dari Amerika Serikat, Arab Saudi berpaling ke China dengan membeli sejumlah UAV Wing Loong. Jumlah pastinya tidak dipublikasikan namun masing-masing UAV dilengkapi dengan dua rudal BA-7 laser guided (mirip dengan rudal Hellfire) atau dua bom 60 kg GPS Guided (mirip bom SDB Amerika Serikat).

Sejak tahun 2008 korporasi industri penerbangan China AVIC telah memamerkan foto dan video dari prototipe Wing Loong yang dalam pengertian bahasa China adalah Pterodactyl, dinosaurus terbang pada zaman Jurassic. Wing Loong disebut-sebut sebagai tiruan dari UAV MQ-1 Predator Amerika Serikat.
Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya media melihat UAV ini terbang, di wilayah Uzbekistan, yang mana bersama dengan Uni Emirat Arab (UEA) merupakan pelanggan ekspor pertama untuk UAV ini (dari laporan media). Pernyataan AVIC pada tahun lalu hanya menyatakan bahwa Wing Loong sudah dijual ke empat negara asing dan salah satunya negara di Asia Tengah tanpa menyebutkan namanya.
Wing Loong mulai dikembangkan pada tahun 2005, terbang perdana pada tahun 2007 dan Tentara Pembebasan Rakyat China baru memperolehnya pada tahun 2008 untuk pengujian lebih lanjut. Dari bentuknya, Wing Loong yang juga dikenal sebagai Yìlóng-1 ini mirip dengan UAV besar MQ-9 Reaper Amerika Serikat, namun dari ukurannya lebih identik dengan MQ-1 Predator 1,2 ton. Wing Loong berbobot 1,1 ton, panjang 9 meter dan rentang sayap kurang lebih 14 meter. Wing Loong mampu beroperasi di ketinggian 5.300 meter dan terbang selama 20 jam. Muatan yang bisa dibawanya sebesar 200 kg.
Wing Loong
Dari gambar-gambar promosinya, Wing Loong terlihat membawa dua rudal Blue Arrow (BA) 7. Sejak tahun 2012 China telah menawarkan rudal udara ke permukaan ini untuk ekspor. Rudal BA-7 sangat mirip dengan rudal Hellfire Amerika Serikat. Blue Arrow 7 berbobot 47 kg dan pada dasarnya adalah rudal anti tank laser guided dengan jangkauan maksimal 7.000 meter. Soal harga, China menawarkannya sepertiga lebih murah dari rudal Hellfire yang sebesar USD 70.000 dan harga masih bisa dinegosiasikan.  "Priced to sell".

Rudal AGM-114 (Hellfire II) menggunakan hulu ledak armor-piercing (penetrasi lapis baja) atau hulu ledak fragmentasi (untuk sasaran non lapis baja). Namun hulu ledak yang selama ini ditembakkan  adalah hulu ledak fragmentasi. Hellfire II berbobot 48,2 kg, dengan 9 kg hulu ledak, dan memiliki jangkauan 8.000 meter. Setidaknya Hellfire telah digunakan selama tiga dekade.
Wing Loong bukanlah satu-satunya UAV yang tersedia di pasar yang bisa dibeli Arab Saudi. Israel adalah pemimpin dalam hal mendesain UAV meskipun untuk urusan produksi masih kalah dari AS. Membeli peralatan militer dari Israel tidak dapat diterima secara politik bagi negara-negara di kawasan Teluk, apa kata dunia nantiya?. Yang pasti satu lagi negara di Teluk sudah percaya dan membeli Wing Loong dan yang lain mungkin akan menyusul. 
Gambar: SCMP & Chinese Military Review

Perancis Ganti Senapan Serbu FAMAS

Perancis Ganti Senapan Serbu FAMAS

Famas G2 Felin
Rencana ini sudah sejak beberapa tahun lalu, tapi baru minggu lalu Menteri Pertahanan Perancis secara resmi meluncurkan program untuk menggantikan senapan serbu FAMAS. Beberapa hari lalu pemberitahuan mengenai tender di laman BOAMP.fr (situs resmi pemerintah Perancis untuk publikasi akuisisi) merinci syarat dan ketentuannya.

Menurut notice dalam laman (beberapa diantaranya):
  • Akan diakuisisi sebanyak 90.000 senjata individu personel.
  • Senjata akan didistribusikan ke tiga matra Angkatan Bersenjata Perancis.
  • Setengahnya (45.000) merupakan versi standar.
  • Setengah lainnya merupakan versi pendek.
  • Juga dibutuhkan 38 juta putaran amunisi 5.56x45 NATO.
Kembali ke tahun 2011, Kepala Staf Angkatan Darat Perancis, Jenderal Ract Madoux, pernah mengatakan bahwa tender akan diterbitkan pada tahun 2013 (lalu). Sejak saat itu, pasukan khusus Perancis sudah mulai mengadopsi senapan lain seperti FN SCAR (Belgia-AS) dan HK 416 (Jerman).
FAMAS atau Fusil d'Assault de la Manufacture d'Armes de St-Etienne dikembangkan pada akhir tahun 1960. Prototipe pertamanya dibuat pada tahun 1971, dan selanjutnya diuji dan dievaluasi oleh Angkatan Darat Perancis. Kemudian diadopsi oleh Angkatan Darat Perancis pada tahun 1978 untuk kemudian menjadi senapan standar infanteri. Saat ini ada sekitar 15 negara (termasuk Indonesia-Kopaska dan Kopassus) yang menggunakan FAMAS dalam beberapa variannya.

Typhoon Inggris Intersep Su-27 Rusia Bersenjata Lengkap

Typhoon Inggris Intersep Su-27 Rusia Bersenjata Lengkap

Typhoon intersep Su-27
Pesawat tempur Typhoon Angkatan Udara Inggris (RAF) bergegas terbang untuk mengintersep beberapa pesawat Rusia sebagai bagian dari upaya NATO dalam misi Air Policing di wilayah udara Baltik, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan, Selasa, 17 Juni 2014.

Menurut informasi yang dirilis oleh RAF, Typhoon dari Skadron 3 (Fighter) RAF diperintahkan terbang setelah empat kelompok pesawat terpisah yang tidak dikenal terdeteksi oleh sistem pertahanan udara NATO di wilayah udara internasional di dekat negara-negara Baltik.

"Zombie" (jargon pilot pesawat tempur untuk pesawat yang tidak dikenal) itu kemudian teridentifikasi sebagai pesawat Rusia yaitu satu pesawat pembom Tupolev Tu-22 Backfire, empat pesawat tempur Sukhoi Su-27 Flanker, satu pesawat peringatan dini Beriev A50 Mainstay dan satu pesawat angkut Antonov An-26 Curl.

Tidak ada konflik yang terjadi, Typhoon RAF hanya membayangi dan mengiringi penerbangan dari armada udara Rusia ini. Su-27 yang dibayang-bayangi Typhoon ini sendiri bersenjata lengkap dengan rudal udara ke udara jarak pendek R-73 dan jarak menengah R-27.
Su-27 bersenjata lengkap
Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan bahwa pesawat-pesawat Rusia tersebut sepertinya sedang melaksanakan beberapa latihan rutin, terus di bayang-bayangi oleh Typhoon dan dikawal selama perjalanan mereka.

Empat pesawat tempur Typhoon yang sekarang ditempatkan di pangkalan udara Siauliai di Lithuania dikerahkan ke wilayah itu pada bulan lalu untuk menunjukkan andil NATO terhadap krisis di Ukraina.

Dukungan Rusia kepada separatis bersenjata di Ukraina telah menambah kekhawatiran pada tiga negara Baltik, Lithuania, Estonia dan Latvia yang ketiganya tidak memiliki pesawat tempur sendiri selain hanya mengandalkan bantuan NATO.
Typhoon intersep Su-27
Typhoon intersep Antonov An-26 Curl
Dalam sepekan terakhir, NATO telah 13 kali menggegas pesawat tempur karena kehadiran pesawat tak dikenal yang terbang di sekitar wilayah Baltik.

Intersepsi kali ini adalah yang keenam oleh pesawat tempur RAF sejak mereka dikirimkan dari pangkalannya di RAF Coningsby di Lincolnshire, dalam mendukung upaya NATO di Lithuania.

Komandan detasemen Typhoon, Wing Commander Ian Townsend mengatakan: "Kami secara rutin mengintersep pesawat Rusia dan pesawat sipil berdasarkan UK Quick Reaction Alert. Ini adalah operasi yang sangat sukses, kru darat dan udara bekerja dengan standar profesional yang tinggi yang saya harapkan."

Gambar: SAC Dan Herrick / RAF /Crown Copyright

Wamenhan: "Industri Pertahanan Kita Sudah Bangkit"

Wamenhan: "Industri Pertahanan Kita Sudah Bangkit"

http://www.artileri.org/2014/06/wamenhan-industri-pertahanan-kita-sudah-bangkit.html
Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin menilai industri pertahanan Indonesia sudah bangkit dari keterpurukan. Hal tersebut diungkapkannya setelah ia berkeliling melihat langsung proses kerja tiga perusahaan yang membuat alutsista TNI AD, AL, dan AU.

Sjafrie menerangkan, kunjungannya ke PT. Pindad, Bandung, menunjukkan bahwa produksi Panser Anoa dan Komodo sudah melebihi 300 unit.

Padahal, kapasitas produksi Pindad hanya 80 unit per tahun. Belum lagi, pihaknya juga sudah memberi order Pindad untuk melakukan retrofit bodi dan mesin AMX-13 sebanyak 400 unit. Dengan diperbaruinya persenjataan, teknologi dan mesin kelas ringan tersebut maka tidak ada keraguan lagi bahwa Pindad sudah bisa bersaing di tingkat regional untuk memasarkan produknya. "Kita masih butuh 200 panser lagi, dan semoga perusahaan bisa menjawabnya dengan meningkatkan produksi plus teknologi kendaraan tempur ini," kata Sjafrie, Rabu, 18 Juni 2014.

Penilaian yang sama juga diberikannya kepada PT Dirgantara Indonesia (DI). Mabes TNI AU melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan), kata dia, sudah mempercayakan PT DI untuk membuat pesawat CN 235 sebanyak sembilan unit. Nantinya, keberadaan pesawat angkut sedang tersebut akan menggantikan Fokker 27.

Saat ini, kata dia, pengerjaan pesawat CN 235 kedelapan sudah hampir selesai. Tentu saja pesawat kesembilan juga menyusul untuk diproduksi. Melihat kinerja PT DI yang tepat waktu, ia menyebut, tidak ada keraguan lagi bahwa industri pertahanan di bidang penerbangan Indonesia telah menuju jalan kesuksesan.

"Industri pertahanan kita sudah bangkit. PT DI dan Pindad sudah memasuki periode bangkit dan siap bersaing untuk memasarkan produknya ke luar negeri," kata pensiunan jenderal bintang tiga itu.

Komitmen pemerintah untuk memajukan industri pertahanan tidak melulu ditujukan kepada BUMN. Menurut Sjafrie, Kemenhan juga sudah memberi kontrak kerja PT Daya Radar Utama (DRU) Shipyard untuk menyelesaikan pembangunan landing ship tank (LST) senilai Rp 180 miliar. Perusahaan yang memiliki galangan di Bandar Lampung itu sudah berkomitmen menyelesaikan LST pada September mendatang.

"Perusahaan ini merupakan representasi perusahaan swasta yang ikut diajak untuk menghidupkan lagi industri pertahanan. Selesainya kapal ini akan menjadi momen kebangkitan industri pertahanan negara dan swasta," ujar Sjafrie.

Mantan pangdam Jaya itu tidak berlebihan. Menurut dia, kehadiran LST sangat dinantikan untuk mengangkut MBT Leopard 2A4++ ke berbagai pulau di Indonesia. Satu unit LST memang hanya mampu memuat 10 tank kelas berat.

"Namun, ini yang pertama kalinya dimiliki Indonesia. Ini sejarah baru, nanti perlu dipertimbangkan untuk membuat lagi karena MBT Leopard yang akan datang di atas 100 unit dan perlu kapal pengangkut lebih banyak," ujar Sjafrie. Danlanud Husein Mengantar Wamenhan Kunker ke PT DI Wamenhan beserta rombongan mendarat di Lanud Husein Sastranegara tepat pukul 07.30 WIB dengan menggunakan pesawat CN 295 dari Skadron Udara 2 Halim Perdanakusuma dengan penerbang Letkol Pnb Destiyanto. (Republika)

Myanmar Berencana Produksi Sendiri Pesawat Tempur JF-17 Thunder

Myanmar Berencana Produksi Sendiri Pesawat Tempur JF-17 Thunder

JF-17 Thunder
Myanmar akan membeli pesawat tempur multiperan JF-17 Thunder buatan China-Pakistan untuk meningkatkan kekuatan tempur udaranya, menurut laporan media lokal Myanmar.

Menurut Burma Times, Myanmar juga berniat membeli lisensi untuk memproduksi sendiri pesawat tempur JF-17, yang disebut di China sebagai FC-1 Xiaolong. Jika laporan itu benar, maka akan menjadikan Myanmar sebagai satu-satunya negara pengimpor pesawat tempur ini. Saat ini, hanya Angkatan Udara Pakistan yang mengoperasikan JF-17 (54 unit termasuk 6 prototipe) dan dilaporkan Islamabad saat ini juga sedang dalam proses pengembangan untuk mengupgrade pesawat tempur tersebut.

Meskipun kebenaran laporan ini belum dikonfirmasi oleh pemerintah Myanmar, namun pembelian ini sangat masuk akal mengingat Myanmar sejak dulu dan saat ini banyak mengoperasikan pesawat buatan China. Sebut saja 21 pesawat serangan darat NAMC A-5C, 24 interseptor Chengdu F-7M Airguard, 6 pesawat latih Chengdu FT-7S Airguard dan 4 pesawat angkut medium Y-8. Negara Asia Tenggara ini juga membeli 11 UAV Sky 02A dari China, dan 24 unit lainnya dibangun sendiri oleh Myanmar dengan nama Yellow Cat A2.

Selain itu, Myanmar juga mengoperasikan 12 unit (30 lainnya dalam order) pesawat latih tempur Karakorum-8 (JiaoLian-8), yang juga diproduksi bersama oleh China dan Pakistan. Beberapa laporan menyebutkan bahwa kontrak pembelian untuk K-8 juga termasuk lisensi untuk memproduksi komponen di dalam negeri. Beberapa tahun lalu Myanmar juga dikabarkan mempertimbangkan pembelian JF-17 sebelum akhirnya memutuskan membeli pesawat tempur MiG-29 dari Rusia.

Laporan Burma Times mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir pesawat-pesawat Myanmar mengalami masalah serius terkait kurangnya pemeliharaan, suku cadang dan teknisi yang terlatih. Tony David, seorang analis dari Jane mengatakan bahwa minimnya pengalaman, kurangnya pemeliharaan dan minimnya koordinasi unit darat dan udara telah membatasi efektivitas operasional Angkatan Udara Myanmar. Jadi pembelian JF-17 beserta teknologinya akan masuk akal bagi Myanmar.
Selain untuk meningkatkan kekuatan tempur udaranya, analis menilai pembelian JF-17 juga akan membantu Myanmar menjaga paritas negara tetangga Bangladesh, yang mana kekuatan tempur udara Bangladesh akan meningkat dalam beberapa tahun mendatang dengan pembelian pesawat dari Rusia dan China. Bangladesh sebelumnya juga dilaporkan telah menolak penawaran JF-17.

JF-17 adalah pesawat tempur ringan bermesin tunggal yang dapat dipersenjatai dengan berbagai bom dan rudal termasuk rudal PL-5EII, PL-9C, PL-12 AAM, dan C-802A, bom (penggunaan umum), dan amunisi laser guided. Persenjataan standar yang melengkapi JF-17 adalah meriam GSH-23-2 23 mm dua laras atau kaliber 30 mm dari versi yang sama.

Perangkat avionik terdiri dari DEEC electronic warfare suite, NRIET KLJ-7 multi-mode fire control radar, night vision goggles yang kompatibel dengan kaca kokpit, helmet mounted sights (HMS) dan externally mounted pods seperti KG-300G self-protection radar jamming pod dan WMD-7 day/night targeting pod.

Mesin Rusia RD-93 memberikan JF-17 kecepatan maksimum hingga Mach 1,6, radius tempur hingga 1.352 km, jangkauan penerbangan feri sejauh 3.482 km dan service ceiling 16.920 m dengan bobot maksimum saat lepas landas 12.383 kg.
 
Laporan Burma Times tidak mengonfirmasi JF-17 apa yang akan dibeli oleh Myanmar, apakah Block I atau Block II, yang masing-masing seharga USD 20 juta dan USD 25 juta.

Jika jadi, pembelian Myanmar atas JF-17 ini akan menjadi keuntungan besar bagi China dan Pakistan. Kedua negara ini telah mencoba memasarkannya, tetapi hingga kini belum ada negara yang bersedia membelinya. Seperti laporan Artileri pada 2013 lalu, Pakistan mengatakan bahwa akan mulai mengekspor JF-17 pada tahun 2014. Perkiraan ekspornya adalah 5-7 unit dengan sasaran (telah terjadi penawaran dan dialog) kepada Sri Lanka, Kuwait, Qatar dan negara-negara sahabat lainnya.
Selain pesawat buatan China, Myanmar saat ini mengoperasikan 31 unit varian pesawat tempur MiG yang terdiri dari 20 MiG-29B, 6 MiG-29SE dan 5 MiG-29UB, 4 unit pesawat latih tempur Soko G-4 Super Galeb buatan Serbia, 26 pesawat latih dan pembom ringan Pilatus dari Swiss, 9 helikopter serang Mi-35 dan lebih dari 90 helikopter transportasi dan utilitas.
Gambar: Peng Chen

September 2014: Kapal Angkut Tank Dalam Negeri Selesai Dibangun

September 2014: Kapal Angkut Tank Dalam Negeri Selesai Dibangun

AT-3 PT. Daya Radar Utama
Perusahaan galangan kapal dalam negeri, PT. Daya Radar Utama (DRU) yang berada di Lampung dalam waktu dekat akan meluncurkan kapal hasil produksinya, Kapal Angkut Tank (AT)-3 yang telah dipesan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). 

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Sabtu, 28 Juni 2014, berkesempatan meninjau secara langsung perkembangan dari pembangunan Kapal AT-3 yang dipesan TNI AL pada tahun 2012. Kapal yang dipesan melalui nomor perjanjian kontrak jual-beli No. Trak/1131/xi/PDN/2012 AL tertanggal 27 November 2012 tersebut dikerjakan sesuai dengan standar internasional.

Kapal AT-3 diproyeksikan untuk mengangkut kendaraan tank tempur berat khususnya Main Battle Tank (MBT) yaitu Tank Leopard milik TNI AD yang juga akan segera datang dari Jerman dalam waktu dekat. PT. Daya Radar Utama (DRU) menargetkan, kapal akan selesai pada akhir bulan September 2014 sehingga dapat tampil pada peringatan hari ulang tahun TNI bulan Oktober 2014.

Kapal AT-3 berkapasitas 359 orang memiliki length over all (LOA) 120 meter dan length between perpendicular (LBP) 118,89 meter. Mesin dan pendukung disuplai tenaga penggerak utama mesin tipe LIAG MAN/MAN D 2840 8L27/38 berdaya @400 kW dengan putaran 1.500 rpm.

Selain itu, kapal dilengkapi mesin penggerak emergency dengan merek LIAG MAN/MAN D EXFF XE sebanyak satu set. Dengan daya mencapai 120 kW; alternator 380/220 v, 50 Hz, dan 3 phase, serta putaran 1.500 rpm. Kapal ini diproyeksikan mampu mengangkut 10 unit Main Battle Tank TNI-AD beserta dua kendaraan pendukung dan bahkan bisa untuk mengangkut  helikopter.

PT. Daya Radar Utama termasuk salah satu galangan terbaik di Indonesia. Berdiri pada tahun 1972, PT. Daya Radar Utama telah membangun dan memperbaiki berbagai macam kapal dari bahan baja, aluminium alloy dan fiberglass reinforced plastic. PT. Daya Radar Utama mampu membangun kapal sampai dengan 6500 DWT (tonase bobot mati) dan memperbaiki kapal sampai ukuran 8000 DWT.

DMC

Pesawat Tempur Siluman Baru Jepang Resmi Diluncurkan

Pesawat Tempur Siluman Baru Jepang Resmi Diluncurkan

http://www.artileri.org/2014/07/pesawat-tempur-siluman-jepang-diluncurkan.html
Bulan lalu, muncul gambar beresolusi rendah dari prototipe pertama Advanced Technology Demonstrator-X (ATD-X), pesawat tempur siluman buatan Jepang yang akan berperan penting dalam pertahanan udara Jepang, menggantikan Mitsubishi F-2 yang tidak lagi muda.
Foto-foto resmi dari ATD-X (nomor seri 51-0001) dirilis pada 12 Juli kemarin oleh Defense Technical Research and Development Institute (TRDI) Kementerian Pertahanan Jepang, yaitu lembaga dari Departemen Pertahanan Jepang yang mengembangkan ATD-X.
Memang, ATD-X hanyalah pesawat awal, dan sesuai dengan namanya "Technology Demonstrator," ATD-X dikembangkan oleh TRDI sebagai demonstrator teknologi untuk mengembangkan pesawat tempur berikutnya (generasi keenam) yang lebih canggih, yaitu F-3. Mitsubishi ATD-X Shinshin ("Shinshin" bukan nama resmi) sendiri kemungkinan akan terbang pada tahun ini.
Dari data-data yang beredar, ATD-X dilengkapi dengan 3D thrust vectoring. Thrust (dorongan) dikontrol dari 3 paddle pada setiap nozel mesin yang mirip dengan sistem yang digunakan pada Rockwell X-31 (pesawat eksperimen AS), sementara mesin axis-symmetric thrust vectoring saat ini masih dikembangkan untuk ATD-X seri produksi. Prototipe ATD-X saat ini berukuran jauh lebih kecil dari ATD-X yang akan diproduksi.
Fitur lainnya adalah sistem kontrol penerbangan fly-by-optics, penggantian kabel dengan serat optik yang membuat transfer data lebih cepat dan lebih kebal terhadap gangguan elektromagnetik.

Untuk radar, yang akan digunakan adalah active electronically scanned array (AESA) yang disebut "Multifunction RF Sensor," yang diklaim memiliki kecerdasan spektrum luas, kemampuan electronic countermeasures (ECM), electronic support measures (ESM), dan sebagai fungsi komunikasi.

Fitur yang lebih jauh adalah yang disebut "Self Repairing Flight Control Capability" yang membuat ATD-X mampu mendeteksi kegagalan atau kerusakan secara otomatis. Sedangkan untuk karakteristik fitur silumannya sendiri masih belum terungkap.

Keputusan pengembangan proyek multi milyar yen ini diambil pada tahun 2007. Disebut-sebut, pengembangan ATD-X dipicu karena Kongres AS yang tidak meluluskan niat Jepang untuk membeli F-22 Raptor.
Gambar: mod.go.jp

AS akan Jual 600 Rudal Sidewinder ke Israel di Tengah Krisis Gaza

AS akan Jual 600 Rudal Sidewinder ke Israel di Tengah Krisis Gaza

Rudal AIM-9X Sidewinder pada F-15C Eagle USAF
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menyetujui kemungkinan penjualan rudal AIM-9X Sidewinder dan peralatan terkait kepada Israel, laman Air Force Technology melaporkan.

Pemerintah Israel sebelumnya telah mengajukan permohonan pembelian 600 rudal AIM-9X-2 Sidewinder Block II, 50 rudal pelatihan udara CATM-9X-2 dan empat rudal dummy (kosong).

Paket penjualan rudal yang senilai USD 544 juta itu, sudah termasuk peralatan pendukung dan alat uji rudal; suku cadang dan peralatan perbaikan; pelatihan dan peralatan pelatihan personel; dan logistik dan dukungan terkait.
Perusahaan pertahanan AS Raytheon Missile Systems bertindak sebagai kontraktor utama dalam program penjualan rudal kepada Israel ini.

AIM-9 Sidewinder adalah rudal udara ke udara jarak pendek dengan pelacakan inframerah canggih. Rudal ini kompatibel dengan pesawat tempur F-15, F-16, F/A-18 dan F-4, pesawat serang A-4, A-6 dan AV-8B, dan helikopter AH-1 Cobra.

Pada Juni lalu, Raytheon memenangkan kontrak untuk memasok 485 rudal AIM-9X Block II untuk Angkatan Laut Amerika Serikat, Angkatan Udara dan Angkatan Pertahanan Singapura, Belanda, Kuwait dan Turki.
Permintaan Israel atas rudal ini datang bersamaan dengan serangan udara Angkatan Udara Israel di Jalur Gaza, Palestina.

Serangan udara tersebut dikabarkan telah menewaskan lebih dari 175 warga Palestina, melukai ribuan dan membuat ribuan warga Palestina lainnya mengungsi.

Pada hari Senin lalu, Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon mengatakan telah menembak jatuh sebuah pesawat tak berawak yang diluncurkan dari Gaza, dengan sistem pertahanan udara Patriot di dekat kota Ashdod.

Gambar: Rudal AIM-9X Sidewinder melekat di sisi kiri sayap pesawat tempur F-15C Eagle Angkatan Udara AS. Foto: TSgt. Michael Ammons, USAF.

Rusia Sebarkan Pesawat T-50 dan Rudal S-500 pada Tahun 2016

Rusia Sebarkan Pesawat T-50 dan Rudal S-500 pada Tahun 2016

PAK FA
Pada tahun 2016, militer Rusia akan mulai mengerahkan dua alutsista canggih, pesawat tempur generasi kelima PAK FA dan sistem rudal pertahanan udara S-500, menurut kepala staf Angkatan Udara Rusia, Letnan Jenderal Viktor Bondarev.

Bondarev membeberkan garis besar rencana modernisasi dalam kecabangannya, termasuk membangun infrastruktur di Arktik, dalam sebuah wawancara radio dengan stasiun Russian News Service pada hari Minggu, 10 Agustus 2014, yang dilansir RIA Novosti.

"Uji coba penerbangan PAK FA atau T-50 akan segera tuntas, dan rencananya pada tahun 2016 Rusia akan memulai induksi T-50 ke Angkatan Udara," ujar Bondarev.
PAK FA merupakan pesawat tempur generasi kelima pertama yang dibangun oleh Sukhoi Corporation. Sejauh ini sudah lima prototipe yang dibuat dan semuanya tengah menjalani berbagai pengujian. Pesawat tempur siluman ini direncanakan untuk menggantikan atau beroperasi bersama Sukhoi seri 27.

"Pesawat ini telah dua kali ambil bagian dalam (kompetisi pilot internasional) Aviadarts, dan melakukan penerbangan aerobatik. Saya yakin pesawat ini memiliki masa depan yang cemerlang," kata sang jenderal.

Tambahan alutsista canggih lainnya untuk militer Rusia pada tahun 2016 adalah S-500 Triumfator-M, sistem rudal pertahanan udara hasil pengembangan Almaz Antei, kata Bondarev. Pihak produsen saat ini masih merampungkan pengembangan rudal baru untuk S-500, yang akan dilengkapi dengan homing electronic canggih.
"Rudal-rudal (S-500) dilengkapi dengan sistem intelijen, yang akan menganalisis lingkup radar dan udara, dan mengambil keputusan tentang ketinggian, kecepatan dan arah penerbangan (rudal)," kata Bondarev.

S-500 yang akan menjadi sistem rudal pertahanan udara tercanggih Rusia bukan merupakan hasil pengembangan lebih lanjut atau upgrade dari S-400. S-500 merupakan rancangan baru yang didesain untuk mencegat rudal balistik yang terbang di ketinggian hingga 200 km. Sistem ini diharapkan juga akan mampu mencegat 10 rudal balistik secara simultan (bersamaan). Jangkauan radar S-500 juga lebih jauh dibandingkan S-400.

Selain PAK FA dan S-500, Jenderal Bondarev juga menyinggung soal pengembangan PAK DA, pesawat pembom strategis baru Rusia. Sejauh ini belum banyak informasi yang didapatkan mengenai pesawat pembom siluman ini, yang rencananya akan menggantikan pembom Tupolev Tu-95 dan Tu-160 sebagai tulang punggung kemampuan nuklir udara Rusia di masa depan. PAK DA dilaporkan memiliki desain sayap untuk penerbangan subsonik dan mungkin akan dilengkapi dengan rudal jelajah baru yang berkemampuan nuklir.
Bondarev menegaskan bahwa Angkatan Udara Rusia berharap Tupolev (pengembang) segera menyelesaikan prototipe pertama PAK DA pada akhir dekade ini dan mulai memproduksinya pada tahun 2021 atau 2022. Sementara menunggu PAK DA masuk ke Angkatan Udara, Bondarev mengatakan bahwa Rusia akan memodernisasi dan mengupgrade pembom Tu-95 dan Tu-160 agar memiliki jangkauan dan kemampuan yang lebih baik, sekaligus menjaga kecukupan armada pembom strategis Rusia.

Baca juga: AS Upgrade Seluruh Armada Pesawat Pembom

Bisa dikatakan bahwa upaya modernisasi terbesar Angkatan Udara Rusia akan difokuskan pada pembangunan dan pengoperasian kembali infrastruktur di Arktik. Di mana dulu di masa Uni Soviet, di Arktik terdapat banyak lapangan udara besar dan stasiun radar, tapi setelah Uni Soviet runtuh, fasilitas-fasilitas ini terabaikan. Dengan lengkapnya infrastruktur militer di Arktik, Rusia akan lebih mudah mengakses wilayah-wilayah potensi konflik.

"Kami belum melihat adanya persaingan di Kutub Utara sekarang, tapi jika ada tantangan yang datang, kami siap membela daerah ini. Kehadiran kami di Arktik akan kami tingkatkan," kata Bondarev.

Pada tahun ini, Rusia telah mengoperasikan kembali lapangan udara di Pulau Kotelny, sebelah utara dari timur Siberia. Rusia juga berencana memperbesar pangkalan udara di Tiksi, Alykel, Vorkuta, dan Anadyr. Di masa depan, kekuatan dan resimen penuh Angkatan Udara Rusia akan digelar di utara.

RIA Novosti
Gambar: Vitaly V. Kuzmin/vitalykuzmin.net

X-47B UCAS Berhasil Mendarat di Kapal Induk Bersama F/A-18

X-47B UCAS Berhasil Mendarat di Kapal Induk Bersama F/A-18

X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
Robot mungkin menjadi masa depan perang, tapi untuk saat ini tampaknya para robot masih harus 'berbagi' medan perang dengan manusia atau kendaraan yang dioperasikan manusia. Sangat sulit untuk mendaratkan pesawat tempur tak berawak yang berbadan besar di dek kapal induk, risikonya bisa menabrak pesawat lain yang sedang parkir, jatuh ke laut, atau membuat celaka kru kapal induk dan kapal induk itu sendiri.
Tapi Juli tahun lalu, X-47B UCAS (Unmanned Combat Air System) Amerika Serikat menjadi pesawat tempur nir awak pertama yang berhasil lepas landas dan mendarat di kapal induk, meskipun pada saat pendaratannya segala sesuatu di dek kapal induk disingkirkan. Dan kemarin, Minggu 17 Agustus 2014, pertama kalinya juga dalam sejarah, X-47B melakukan lepas landas dan mendarat di kapal induk bersama dengan pesawat tempur berawak  F/A-18E Super Hornet.
Uji coba oleh US Navy kemarin dimulai di pagi hari di atas kapal induk USS Theodore Roosevelt dengan meluncurkan X-47B dan F/A-18. Setelah terbang selama delapan menit, X-47B kemudian mendarat, melipat sayapnya dan segera menyingkir dari area pendaratan agar F/A-18 bisa mendarat.
Sebenarnya misi uji coba kemarin tidak hanya itu, misinya adalah menerbangkan dua X-47B dari dek USS Theodore Roosevelt dengan jarak waktu lepas landas satu sama lain 90 detik. Demikian juga pada saat pendaratan, kedua X-47B harus mendarat dalam jarak waktu 90 detik satu sama lain. Dengan jarak waktu lepas landas hanya 90 detik, berarti X-47B kedua harus sudah siap di landasan dan berada sangat dekat di belakang X-47B pertama, dan harus berlindung di belakang tameng logam besar yang disebut dengan "jet blast deflectors," sebelum akhirnya maju untuk ditempatkan posisinya di ketapel peluncur di kapal induk. Begitu pula pada saat pendaratan, X-47B pertama harus segera melepaskan diri dari kabel arrestor dan menyingkit dari landasan secepat mungkin agar X-47B kedua bisa mendarat. Namun hingga artikel ini dibuat, belum ada konfirmasi selanjutnya apakah US Navy berhasil melakukannya.

Tempo lepas landas dan mendarat seperti itu akan diperlukan dalam misi yang membutuhkan banyak sumber daya dan kecepatan, yaitu menerbangkan armada tempur udara dengan cepat dan mendaratkan mereka kembali ketika sudah kehabisan bahan bakar atau mengisi ulang amunisi. Jika X-47B tidak mampu melakukannya dengan cepat, maka hanya akan memperlambat misi dan tentunya tidak dapat dioperasikan bersama pesawat tempur berawak pada saat situasi mendesak.
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
X-47B mendarat di USS Theodore Roosevelt
Inti 'goal' dari uji coba kemarin adalah untuk mengintegrasikan pesawat tempur tak berawak sesuai dengan apa yang biasa dilakukan pesawat-pesawat tempur berawak di kapal induk atau dengan kata lain untuk menghemat waktu pendaratan.
Kedua demonstrator X-47B UCAS yang digunakan dalam uji coba kemarin telah di-upgrade dengan perangkat lunak dan mekanisme baru yang memungkinkannya mampu melepaskan tailhook-nya dari kawat arrestor, melipat sayapnya, dan kemudian menyingkir dengan cepat dari landasan agar pesawat berikutnya bisa mendarat. Kedua demonstrator X-47B yang digunakan itu masih belum dilengkapi dengan JPALS (Joint Precision Approach and Landing System), sistem yang saat ini masih dikembangkan yang berfungsi untuk memandu pesawat berawak dan tak berawak di masa depan.
Sama-sama pesawat tak berawak dan sama-sama bisa membawa senjata, namun X-47B berbeda dengan drone tempur (seperti Predator). X-47B dibuat seukuran pesawat tempur, sedangkan drone lainnya jauh lebih kecil. Kasarnya, X-47B dikembangkan berdasarkan pesawat tempur, kemudian dibuat tidak berawak dan otonom, yang kemampuan tempurnya sama atau melebihi pesawat tempur berawak. X-47B juga disebut-sebut sebagai cikal bakal pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan drone seperti Predator merupakan pengembangan lebih lanjut dari drone-drone kecil di masa lalu yang tidak bersenjata. Meskipun drone-drone AS sekarang sudah bisa membawa beberapa rudal atau senjata lainnya, namun senjata, jangkauan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan dengan pesawat tempur berawak. Terlebih lagi drone seperti predator masih dikendalikan dari pangkalan alias tidak otonom.
Gambar: (U.S. Navy photo by Mass Communications Specialist Seaman Apprentice Alex Millar)

Angkatan Udara AS Kandangkan 82 Jet Tempur F-16D

Angkatan Udara AS Kandangkan 82 Jet Tempur F-16D

F-16D
Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) mengandangkan sementara 82 jet tempur F-16D Fighting Falcon setelah ditemukannya retak pada canopy longeron sill antara kursi pilot depan dan belakang pada saat inspeksi pasca penerbangan rutin, menurut pernyataan Air Combat Command (ACC) USAF yang dirilis Selasa di Washington.

Akibat penemuan tersebut, sebanyak 157 jet tempur F-16D juga diperiksa oleh inspektor angkatan udara untuk memastikan integritas struktural pesawat dan keselamatan pilot. Hasilnya didapati 82 F-16 mengalami keretakan serupa sedangkan 75 sisanya dinyatakan layak terbang. Hasil pemeriksaan juga menegaskan bahwa varian F-16 lainnya tidak terpengaruh.

Wakil Kepala Divisi Sistem Senjata USAF Letnan Kolonel Steve Grothohn mengatakan: "Sebagaimana jam terbang terus bertambah, keretakan pun muncul akibat penggunaan yang terus menerus. Untungnya, kami memiliki pemeliharaan dan program inspeksi dan integritas struktural yang baik untuk menemukan dan memperbaiki masalah yang terjadi."
Sementara itu, Kantor Program F-16 USAF dan produsen F-16 Lockheed Martin telah bekerjasama untuk menganalisa struktur F-16D dan melakukan prosedur perbaikan agar 82 pesawat tersebut aman diterbangkan untuk sementara waktu sementara prosedur perbaikan permanen masih dipelajari.

F-16 adalah pesawat tempur multiperan yang awalnya dirancang sebagai pesawat superioritas udara di siang hari, tetapi kemudian terus dikembangkan hingga menjadi pesawat siang-malam dan segala cuaca ditambah kemampuan multiperan untuk mendukung misi-misi sulit. Sedangkan F-16D adalah varian dua kursi dari F-16, yang utamanya digunakan USAF untuk melatih personel. Usia rata-rata F-16D saat ini adalah 24 tahun dengan lebih dari 5.500 jam terbang. Saat ini USAF mengoperasikan sebanyak 969 F-16 dari seluruh varian.
Meskipun sudah 40 tahun diproduksi, tapi para pejabat Lockheed Martin masih melihat pasar yang bagus untuk F-16, utamanya adalah untuk upgrade F-16 lama.
Sebelumnya, Amerika Serikat telah menyetujui penjualan 36 unit F-16 kepada Angkatan Udara Irak, termasuk di dalamnya paket pelatihan. Upacara penyerahan dua F-16 pertama kepada Irak dilakukan di markas pelatihan Fort Worth, Juni lalu. AS berencana mengirimkan seluruh pesawat ke Irak pada musim gugur, namun ditunda akibat pengepungan Irak oleh ISIS.

10 Helikopter Militer Tercepat di Dunia

10 Helikopter Militer Tercepat di Dunia

Baik untuk misi tempur, pengiriman pasukan atau perlengkapan, kecepatan menjadi syarat utama bagi helikopter militer. Artileri.org mengurutkan 10 helikopter militer tercepat di dunia.

AW109 LUH (Inggris-Italia)


Helikopter AW109 Light Utility Helicopter (LUH) mampu terbang dengan kecepatan maksimum 282 km/jam. Kemampuan multiperannya juga menjadikannya sebagai salah satu helikopter militer terlaris di kelasnya.
 
AW109 Selandia Baru
AW109 Selandia Baru. Gambar: New Zealand Defence Force.
Selain Inggris dan Italia, AW109 juga digunakan oleh Angkatan Bersenjata Afrika Selatan, Swedia, Selandia Baru, Malaysia, Filipina dan beberapa negara lainnya. Heli ini dilengkapi dengan sensor dan avionik canggih, serta sistem yang mumpuni untuk keamanan dan survivabilitasnya.

Mesinnya terdiri dari dua mesin Turbomeca Arrius 2K2 yang masing-masing menghasilkan daya maksimum 609 hp dan memberikannya rate of climb (tingkat panjat/daki) 8,33 m/dtk untuk mencapai ketinggian 6.069 m. Jangkauan maksimum helikopter ini adalah 926 km.


AH-64D Apache (Amerika Serikat)


AH-64 Apache, dianggap sebagai salah satu helikopter serang paling canggih saat ini, juga merupakan salah satu helikopter militer tercepat di dunia. Cukup pantas, karena dalam kondisi cuaca panas AH-64 Apache mampu terbang dengan kecepatan maksimum 284 km/jam.
 
Apache AH-64D Longbow
Apache AH-64D Longbow saat Kemble Hari Air 2008, Pangkalan Udara Kemble, Gloucestershire, Inggris.
Angkatan Darat AS mengorder lebih dari 600 unit AH-64D dalam beberapa kontrak dan menerima penyerahan pertama Apache Longbow pada tahun 1997. Apache juga digunakan oleh Angkatan Bersenjata Mesir, Yunani, Israel, Jepang, Korea, Kuwait, Arab Saudi, Singapura, Belanda, UEA, dan Inggris.

AH-64D didukung oleh dua mesin General Electric T700-701C turbo-shaft yang masing-masing memberikan daya maksimum 1.890 hp. Performa mesinnya yang tinggi memastikan helikopter serang ini mampu beroperasi di ketinggian maksimum 4.845 m dengan rate of climb 14,8 m/dtk.


Mi-26 Halo (Uni Soviet-Rusia)


Mi-26 (Kode NATO: Halo) adalah helikopter transportasi berat yang diproduksi oleh pabrik dirgantara Rosvertol Rusia. Helikopter ini memiliki kecepatan maksimum 295 km/jam, menjadikannya sebagai helikopter transportasi militer berat tercepat di dunia.
 
Mi-26
Mi-26 terbang (depan) terbang bersama dua helikopter Mi-17V-5 Angkatan Udara Rusia. Gambar: Russian Helicopters.
Mi-26 terbang pertama kali pada bulan Desember 1977. Helikopter ini utamanya digunakan oleh Angkatan Udara Rusia, India dan Ukraina, dan dapat mengangkut hingga 82 pasukan lengkap atau kargo dengan berat sampai 20 ton.

Mi-26 didukung oleh dua mesin D-136 turbo-shaft yang masing-masing menghasilkan daya 11.400 hp. Dengan tangki bahan bakar utama, jangkauan maksimumnya adalah 800 km dan dapat terbang pada ketinggian maksimum 4.600 m.


Mi-28N Night Hunter (Rusia)


Mi-28N "Night Hunter" (untuk ekspor disebut dengan Mi-28NE) adalah helikopter serang yang dikembangkan oleh pabrikan helikopter Mil Moskow Rusia. Helikopter ini mampu mencapai kecepatan maksimum 300 km/jam dan bersaing dengan helikopter NH90 dan Ka-52 Alligator, yang menawarkan kecepatan yang sama.
 
Mi-28N Night Hunter
Mi-28N Night Hunter saat MAKS-2007.
Mi-28N mulai diproduksi di pabrik dirgantara Rosvertol pada tahun 2005. Helikopter seri produksi pertama diserahkan kepada Angkatan Udara Rusia pada pertengahan 2006. Helikopter Mi-28N juga digunakan oleh Angkatan Udara Irak dan Kenya.

Dua mesin VK-2500 yang dipasang pada Mi-28N masing-masing memberikannya daya 2.200 hp dan memungkinkannya untuk beroperasi pada ketinggian 5.600 m dengan berat maksimum saat lepas landas 10.900 kg.


Ka-52 Alligator (Rusia)


Ka-52 Alligator mampu terbang dengan kecepatan maksimum 300 km/jam. Helikopter ini dikembangkan oleh Biro Desain Kamov Rusia untuk memenuhi tuntutan Angkatan Udara Rusia untuk misi pengintaian dan misi tempur.
 
Ka-52 Alligator
Ka-52 Alligator. Gambar: Russian Helicopters.
Ka-52K, versi angkatan laut dari Ka-52, juga sedang dikembangkan untuk Angkatan Laut Rusia. Fitur dan karakteristiknya yang canggih menjadikan helikopter ini memiliki kemampuan manuver yang mengesankan.

Ka-52 Alligator didukung oleh dua mesin VK-2500 turbo-shaft, yang masing-masing memberikan daya 2.400 hp yang memungkinkannya untuk terbang di ketinggian lebih dari 5.000 m. Ka-52 Alligator mampu lepas landas dan mendarat dalam kondisi panas dan kondisi yang sangat dingin (musim salju).


NH90 (Eropa)


NH90 merupakan helikopter militer angkut medium multi peran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan negara-negara anggota NATO. Kecepatan jelajahnya yang mencapai 300 km/jam menjadikannya sebagai salah satu helikopter militer tercepat di dunia.
 
NH90
NH90 Angkatan Darat Jerman di Berlin 2006. Gambar:Igge.
NH-90 diproduksi oleh NHIndustries (kerjasama perusahaan-perusahaan dirgantara di Eropa). Utamanya digunakan oleh Angkatan Bersenjata Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda. NH-90 yang pertama diserahkan kepada Angkatan Darat Jerman pada tahun 2006.

Kekuatan terbang NH90 berasal dari dua mesin RTM322-01/9 atau dua mesin GE T700/T6E1 2000kW yang dilengkapi dengan sistem Full Authority Digital Electronic Control (FADEC) dual channel. Kinerja mesinnya yang tinggi memungkinkan NH90 mencapai ketinggian maksimum 3.200 meter dengan rate of climb 11,2 m/dtk.


AgustaWestland AW139M (Inggris-Italia)


AW139M dari AgustaWestland adalah helikopter militer twin-turbine generasi baru yang mampu terbang dengan kecepatan maksimum 306 km/jam. Dengan kecepatan tinggi, helikopter ini mampu mengangkut hingga 10 tentara lengkap atau 15 penumpang.
 
AgustaWestland AW139M
AgustaWestland AW139M. Gambar: AgustaWestland.
AW139M baru diperkenalkan saat AFA Air Warfare Symposium pada bulan Februari 2011. Diintegrasikan dengan sistem inframerah dan elektro-optik, Defensive Aids Suite (DAS) dan external stores system untuk berbagai jenis senjata.

Mesin Pratt & Whitney Canada PT6C-67C menggerakkan rotor utama yang berbilah lima yang memberikannya kecepatan tinggi bahkan dalam cuaca panas, dan mampu terbang pada ketinggian sampai 6.096 m.
 

AW101 Merlin (Inggris-Italia)


AW101 Merlin adalah helikopter angkut medium yang fleksibel dan mampu terbang dengan kecepatan maksimum 309 km/jam, menjadikannya salah satu helikopter militer tercepat di dunia. Helikoper ini diproduksi oleh AgustaWestland untuk digunakan oleh militer dan sipil.
 
AW EH101 Merlin
AW EH101 Merlin Angkatan Laut Inggris.
AW101 terbang pertama kali pada bulan Oktober 1987 dan mulai digunakan Angakatan Laut Inggris pada bulan Juni 2000. Helikopter ini dapat menampung 38 tentara dan dapat dilengkapi dengan rudal, torpedo, dan senjata personil, serta suite perlindungan canggih untuk mengatasi ancaman rudal.

Tiga mesin Rolls-Royce Turbomeca RTM322-01 menyediakan kemampuan angkat yang besar pada kecepatan tinggi. Setiap mesinnya menghasilkan daya 2.270 hp dan mampu beroperasi pada ketinggian maksimum 4.572 m.


Mi-35M Helicopter (Rusia)


Mi-35M (kode NATO: Hind E) adalah helikopter angkut militer serbaguna yang dirancang untuk terbang dengan kecepatan maksimum 310 km/jam. Dikembangkan oleh pabrik helikopter Mil Moskow, Mi-35M merupakan versi upgrade dari helikopter Mi-24 dan juga dapat melakukan misi tempur dalam kondisi cuaca siang maupun malam.
 
Mi-35M
Mi-35M. Gambar: Russian Helicopters.
Mi-35M mulai diproduksi pada tahun 2005 di pabrik Rosvertol dan saat ini digunakan oleh Angkatan Udara Rusia dan angkatan bersenjata Venezuela, Brasil dan Azerbaijan. Helikopter ini dapat digunakan untuk menghancurkan kendaraan lapis baja, dukungan tempur, evakuasi dan pendaratan pasukan, serta transportasi kargo.

Helikopter ini didukung oleh dua mesin VK-2500 yang masing-masing menghasilkan daya 2.200 hp. Kekuatan mesinnya memungkinkan helikopter ini untuk lepas landas dengan berat maksimum 11.500 kg. Ketinggian operasional dan jangkauannya adalah 5.400 m dan 460 km.


CH-47F Chinook (Amerika Serikat)


Dengan kecepatan 315 km/jam, CH-47F Chinook adalah helikopter militer tercepat di dunia. Diproduksi oleh Boeing Defense, Space & Security, Chinook mampu melakukan berbagai misi seperti transportasi pasukan, artileri, peralatan dan kargo.
 
CH-47F Chinook
CH-47F Chinook
Desain helikopter ini yang menggabungkan bentuk badan yang unik dan sistem bahan bakar berkapasitas tinggi, memungkinkannya untuk terbang melampaui dua kali jangkauan helikopter sekelasnya. Tata letak tandem rotornya memungkinkan untuk dioperasikan dalam cuaca dan kondisi angin buruk pada ketinggian tinggi.

Dua mesin Honeywell T55-GA-714A yang kuat menghasilkan masing-masing daya 4.777 hp yang memungkinkannya untuk terbang di ketinggian hingga 6.096 m sambil membawa beban 10.886 kg. Tangki bahan bakarnya yang menampung hingga 3.194 liter bahan bakar memastikan jangkauannya hingga 2.252 km.