Senin, 25 Agustus 2014

Tony Abbott Setujui Pembelian 86 Jet Tempur F-35

Tony Abbott Setujui Pembelian 86 Jet Tempur F-35

F-35B dan C

Pemerintahan Tony Abbott memberikan lampu hijau kepada Departemen Pertahanan Australia untuk melakukan pembelian militer terbesar sepanjang sejarah Australia, yaitu untuk membeli hingga 86 jet tempur siluman F-35 buatan Amerika Serikat untuk Angkatan Udara Australia (RAAF), laman news.com.au melaporkan.

Ketika sudah dikirimkan antara tahun 2018 dan 2020, harga masing-masing F-35 akan sekitar USD 90 juta (sekitar 1,028 triliun) dan secara keseluruhan proyek pembelian ini akan memakan biaya USD 14 miliar, sudah termasuk "biaya hidup" bagi 86 F-35 Joint Strike Fighter (JSF) selama 30 tahun.

Namun opsi pembelian ini masih perlu disajikan dihadapan Komite Keamanan Nasional Australia guna mendapatkan persetujuan.

Amerika serikat yang mengepalai proyek pengembangan F-35 dan berencana untuk membeli 2.443 unit pesawat generasi kelima ini telah berhasil meyakinkan Australia bahwa proyek F-35 tidak akan melenceng dari jalurnya (mengingat beberapa kendala pembangunan F-35) dan F-35 yang Australia inginkan akan dikirimkan tepat waktu.

Letnan Jenderal Chris Bogdan dari Angkatan Udara AS mengatakan kepada News Corp Australia di Sydney bahwa program JSF berjalan dengan baik. "Lockheed Martin melakukan pekerjaan jauh lebih baik daripada yang didengar oleh pelanggan, yaitu kita," katanya.

AS akan membeli 2.443 unit F-35 yang terdiri dari 1.763 unit F-35 konvensional atau model A untuk Angkatan Udara, 360 unit model B atau versi pendaratan vertikal untuk Korps Marinir dan 360 unit model C yaitu varian yang dioperasikan dari kapal induk untuk Angkatan Laut AS.

JSF merupakan program pengembangan senjata militer yang begitu banyak menguras anggaran AS, sekaligus sebagai program pembangunan senjata termahal dalam sejarah Pentagon.

Dua F-35 model A pertama RAAF sudah masuk lini produksi di pabrik Fort Worth Lockheed Martin, dan pesawat pertama dijadwalkan tiba di Pangkalan Udara Williamton RAAF pada 2018 dengan skuadron pertama akan beroperasi secara penuh pada tahun 2020.

JSF akan menggantikan armada pesawat tempur F/A Hornet dan akan memberikan RAAF keunggulan besar dari kekuatan regional lainnya bersama dengan Singapura yang juga berencana untuk membeli jet tempur siluman ini.

Hingga akhir 2013 lalu, JSF telah terbang selama 12.000 jam dalam 8000 penerbangan dan setidaknya sudah ada 59 pesawat yang dioperasikan dan 20 pesawat masih diuji coba.

Pada seminar kekuatan udara yang diadakan Williams Foundation di Canberra pada 11 Maret 2014, pilot tempur RAAF Squadron Leader (setingkat Mayor) Matt Harper dan dan pilot tempur Korps Marinir AS Letnan Kolonel Chip Berke keduanya memberikan pujian atas kecanggihan super komputer pada pesawat tempur JSF.

Squadron Leader Harper adalah orang Australia pertama yang menerbangkan pesawat tempur generasi kelima F-22 Raptor dan Letnan Kolonel Berke adalah satu-satunya orang yang menerbangkan F-22 dan F-35 JSF.

"Fitur siluman akan membuat Anda tak terbendung dan tingkat kesadaran situasional musuh akan menjadi nol," kata Harper.

"Jet ini akan meningkatkan survivabilitas dan mengurangi risiko misi dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan misi. Informasi lebih berharga daripada (hanya mengandalkan) kecepatan," tambah Harper. (News.com.au/kredit gambar: Lockheed Martin)

[Foto] Jet Tempur Su-27 Flanker Rusia Dipersenjatai Rudal Menuju Belarus

[Foto] Jet Tempur Su-27 Flanker Rusia Dipersenjatai Rudal Menuju Belarus

Enam jet tempur Su-27 Rusia dikerahkan ke Belarus untuk berkumpul dengan pasukan lainnya di perbatasan dengan dilengkapi rudal.

Su-27 Rusia

Rusia telah mengerahkan enam Su-27 Flanker dan tiga pesawat transportasi ke lapangan terbang Bobruisk di Belarus Timur, hal ini terkait permintaan Presiden Belarus Aleksandr Lukashenko untuk bantuan Rusia terhadap potensi ancaman dari NATO.
Su-27 yang dikirimkan terlihat membawa rudal (konfigurasi siaga).
Penyebaran ini diduga sebagai respon atas NATO yang menyebarkan jet tempur F-16 Amerika Serikat ke Polandia, dan pesawat E-3 AWACS (pengintai dan peringatan udara dini) ke Polandia dan Rumania untuk mengantisipasi referendum besok (16 Maret) yang akan memutuskan apakah Crimea (wilayah Ukraina) akan bergabung dengan Rusia atau tidak.

Jet Tempur Siluman Jepang akan Terbang Perdana Tahun Ini

Jet Tempur Siluman Jepang akan Terbang Perdana Tahun Ini

Desain ATD-X
Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera kembali menegaskan rencana Jepang untuk melakukan penerbangan perdana pesawat tempur generasi kelima buatan Jepang pada tahun ini. Pesawat yang dimaksud adalah Advanced Technology Demonstrator-X (ATD-X), prototipe (purwarupa) pesawat tempur siluman masa depan untuk menggantikan pesawat tempur Mitsubishi F-2 Pasukan Bela Diri Udara Jepang.

"Pada bulan Februari saya mengunjungi pabrik Mitsubishi Heavy Industries (MHI) Komaki Minami, dimana disana ATD-X sedang dibangun," Odonera mengatakan kepada Komite Urusan Luar negeri dan Pertahanan pada 10 April. "Ada yang memberitahu saya bahwa penerbangan pertama (ATD-X) akan dilaksanakan pada tahun ini," tambah Odonera seperti yang dilansir IHS Jane.

ATD-X, yang juga dijuluki sebagai Shinshin ("spirit of the heart"), sedang dikembangkan oleh Technical Research and Development Institute (TRDI) Kementerian Pertahanan Jepang, dengan MHI sebagai kontraktor utama. ATD-X dirancang untuk menjadi pesawat tempur superioritas udara, siluman dan dengan kemampuan manuver tinggi. Kementerian Pertahanan Jepang akan memanfaatkan prototipe pesawat ini untuk penelitian lebih lanjut tentang teknologi canggih dan pengintegrasian berbagai sistem, setelah itu baru membuat pesawat tempur "generasi keenam" yang sesungguhnya yang memiliki konsep i3 (informed, intelligent and instantaneous) dan kemampuan siluman.

"Awalnya MHI berencana untuk menampilkan ATD-X di hadapan media pada bulan Mei, segera setelah liburan Golden Week Jepang (tanggal 29 April, 3-5 Mei), dilanjutkan dengan penerbangan perdana," kata seorang pejabat di TRDI mengatakan kepada IHS Jane pada 15 April. "Sekarang mundur beberapa bulan dari jadwal," tambahnya.

Onodera juga mengatakan bahwa Kementerian Pertahanan Jepang juga sedang mempertimbangkan apakah pada tahun 2018 nanti (tahun rencana produksi ATD-X) akan dibangun sendiri oleh Jepang atau dengan bekerjasama dengan internasional. Hal ini akan ditinjau dari beberapa parameter seperti kemapanan teknologi dan efektivitas biaya.

Rencana Jepang untuk mengembangkan pesawat tempur F-3 ("generasi keenam") dari desain ATD-X (kemungkinan baru akan dikembangkan setelah ATD-X diproduksi) juga bisa berpaling dari bantuan Amerika Serikat, yang mana di masa lalu Washington telah memblokir upaya Tokyo untuk mengembangkan pesawat tempur sendiri.

Pada tahun 1980, dukungan untuk program pengembangan pesawat tempur FSX Jepang dihentikan oleh Washington, terkait kekhawatiran kemungkinan pertumbuhan industri penerbangan Jepang yang akan merusak Amerika Serikat. AS kemudian mengalihkan pengembangannya ke Mitsubishi F-2, pesawat tempur yang berdesain F-16C Lockheed Martin.

Para pejabat Jepang mengatakan bahwa China dan Rusia saat ini mengembangkan pesawat tempur generasi kelima yaitu Chengdu J-20 dan Sukhoi PAK-FA T-50, oleh karena itu pengembangan pesawat tempur siluman Jepang sangatlah mendesak untuk pertahanan udara nasional.

"Kami tahu bahwa dengan 28 lokasi radar kami dapat mendeteksi pesawat tempur generasi ketiga dan keempat dari jarak jauh, tetapi dengan munculnya pesawat tempur generasi kelima kita tidak tahu apa yang akan mereka lakukan," Letnan Jenderal Hideyuki Yoshioka, yang saat ini menjabat sebagai direktur dari Air Systems Development di TRDI, mengatakan kepada IHS Jane pada November 2011.

Di tahun 2014 ini, Kementerian Pertahanan Jepang mengalokasikan dana sebesar JPY 2,7 miliar (USD 26,5 juta) untuk melakukan penelitian mengenai sistem radar dan kontrol tembak, dan sistem lainnya yang mampu mendeteksi, melacak, dan mengatasi pesawat tempur siluman. (IHS Jane).

Boeing akan Jadikan Jet Tempur F-15 Mampu Meluncurkan Satelit

Boeing akan Jadikan Jet Tempur F-15 Mampu Meluncurkan Satelit

F-15 Strike Eagle dan peluncur satelit
Mungkin Anda berpikir bahwa peluncuran satelit ke ruang angkasa hanya bisa dilakukan dengan roket, tapi ke depan tidak lagi. Satelit kecil sudah bisa ditempatkan di orbit hanya dengan menggunakan jet tempur.
Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) Amerika Serikat bulan lalu menganugerahkan kontrak senilai USD 30,6 juta kepada Boeing untuk mengembangkan kendaraan peluncur satelit berdimensi panjang 7,3 meter yang akan ditempelkan pada bagian bawah pesawat tempur F-15E Strike Eagle.

Konsepnya, F-15E Strike Eagle akan melepaskan kendaraan peluncur ini di ketinggian 40.000 kaki (12.192 meter), dimana di titik ini mesin roket peluncur akan dinyalakan untuk selanjutnya membawa satelit ke orbitnya di luar angkasa.

F-15 Strike Eagle dan peluncur satelit
"Jika semuanya berjalan sesuai rencana, sistem peluncuran seperti ini akan menghemat biaya peluncuran satelit kecil - yang beratnya mencapai 45 kilogram - sebesar 66 persen," kata pejabat Boeing seperti yang dilansir di laman Space.com.
"Menggunakan jet tempur merupakan konsep yang lebih murah ketimbang menggunakan roket sekali pakai, sekaligus akan menjadi cara yang lebih cepat untuk mengirim satelit kecil ke orbitnya," pejabat itu menambahkan. Militer Amerika Serikat juga tidak perlu repot-repot dalam menyiapkan peluncuran, sebagian besar pekerjaan dilakukan dari F-15E Strike Eagle.
Selain pengembangan peluncur satelit kecil, DARPA juga ingin menghemat biaya peluncuran satelit besar. Adalah The agency's Experimental Spaceplane project, atau XS-1, yang ditujukan untuk mengembangkan kendaraan peluncur yang mampu membawa muatan (satelit) yang berbobot 1.361 sampai 2.268 kg ke orbit dengan biaya kurang dari USD 5 juta per penerbangan.

Gambar: Boeing

Dilema KF-X: Bermesin Tunggal atau Ganda?

Dilema KF-X: Bermesin Tunggal atau Ganda?

Desain KF-X
Potongan berita dari Korea Times: "Design of long-delayed KF-X still in debate"
Proyek pengembangan jet tempur KF-X masih mengalami perdebatan, tentang apakah pesawat ini akan bermesin tunggal atau bermesin ganda. Masalah inilah yang menjadi titik terbesar masalah pada program pengembangannya.

Saat ini, Badan Pengembangan Pertahanan (ADD) Korea masih berpihak pada Angkatan Udara, yang menginginkan jet tempur masa depan Korea harus bermesin ganda dengan mengusulkan desain yang berlabel C103 (gambar kiri).

Namun di sisi lain, Defense Acquisition Program Administration (DAPA), mengusulkan KF-X yang bermesin tunggal, dari desain yang berlabel C501 (gambar kanan), yang pengembangannya berdasarkan pesawat tempur ringan FA-50 Korea Aerospace Industries (KAI), dengan mengklaim bahwa hasilnya pesawat akan lebih murah dan lebih mudah untuk dikembangkan dan dibangun daripada yang disarankan ADD.

Korea Times menyebutkan bahwa KF-X, yang dibangun dengan bantuan kontraktor pertahanan global ditujukan untuk mengisi kesenjangan jet tempur Korea pada dekade berikutnya, telah tertunda karena keterbatasan anggaran dan pertanyaan atas kelayakannya.

Program ini diprakarsai oleh mendiang Presiden Kim Dae-jung pada Maret 2001. AU Korsel berencana membeli 120 jet KF-X untuk menggantikan armada F-4 dan F-5. Pada Januari, dana sebesar USD 18,7 juta telah dianggarkan dari anggaran pertahanan 2014 untuk menentukan desain dan mesin, dan DAPA mengatakan bahwa pada April nanti akan mulai menerima tawaran dari produsen untuk berpartisipasi dalam program KF-X.
Beritanya cukup panjang, sayangnya tidak menyebutkan satu pun kata Indonesia atau Indonesian Aerospace di dalamnya. Seolah ini bukan pengembangan bersama. Bukan hanya satu kali ini, pemberitaan KF-X versi Korea sebelum-sebelumnya juga seperti ini, jadi malas saya post disini.
Pertanyaan khusus (lebih tepatnya) untuk media-media Korsel, apakah dana pengembangan 20% (1,6 triliun) dari Indonesia belum ada apa-apanya? Apakah dana Indonesia sebesar 61 miliar (20%) untuk budjet pengembangan tahun 2015 juga belum ada apa-apanya? Juga apakah sumber daya ilmuwan kedirgantaraan kita yang dikirim kesana tidak memadai meskipun pesawat buatan kita sudah dibeli negara maju sekalipun? Hehe....

Tapi balik lagi, suka-suka mereka. Baca saja selengkapnya di link bawah ini (copy dan paste di address bar).

http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2014/03/180_152615.html

AS Sebarkan 12 Jet Tempur F-16 ke Polandia di Tengah Krisis Crimea

AS Sebarkan 12 Jet Tempur F-16 ke Polandia di Tengah Krisis Crimea

Sebuah skadron F-16 Angkatan Udara AS dari pangkalan udara Aviano, Italia, akan disebarkan ke Polandia di tengah krisis Ukraina.
F-16 Angkatan Udara AS

Dua belas pesawat tempur F-16 dan 300 militer AS akan dikerahkan minggu depan menuju pangkalan udara Lask di Polandia Tengah, untuk latihan gabungan dengan Angkatan Udara Polandia.
Menurut menteri pertahanan Polandia, Tomasz Siemoniak, latihan awalnya dijadwalkan hanya pada skala kecil, namun kini ditingkatkan setelah krisis di perbatasan timur Polandia.
F-16 AS disebarkan secara rutin ke Polandia. Pada Mei 2013, enam F-16 dan 150 militer dari Skadron Wisconsin Air National Guard 176 Tactical Fighterd dari pangkalan udara Truax dikerahkan menuju pangkalan udara Lask untuk latihan integrasi dan interopabilitas dengan F-16, Su-22 dan MiG-29 Polandia.
Sementara itu, enam F-15 dari Angkatan Udara Inggris memperkuat detasemen AS di Siauliai di Lithuania, dimana disana jet tempur AS melakukan tugas kepolisian udara di wilayah Baltik.
Tampaknya ini merupakan penyebaran kekuatan AS secara simbolis dalam menanggapi krisis Ukraina-Rusia, bila krisis tidak mereda Washington tampaknya akan melakukan lebih jauh lagi. (U.S. Air Force)

Australia Tambah Lagi 58 Pesawat Tempur F-35

Australia Tambah Lagi 58 Pesawat Tempur F-35

F-35A
Pada hari Rabu, 23 April 2014, Australia mengumumkan pembelian 58 pesawat tempur F-35 Lightning II JSF (Joint Strike Fighter) tambahan senilai AUD 12,4 miliar (USD 11,4 miliar). 

Dalam pidatonya, Perdana Menteri Tony Abbott dan Menteri Pertahanan David Johnston mengumumkan langkahnya tersebut dan mengatakan bahwa pesawat-pesawat tersebut akan dikirim ke Australia pada tahun 2023. Ditambah pesanan F-35 sebelumnya yang berjumlah 14 unit, total Australia akan mendapatkan 72 unit F-35. Tidak hanya itu, Australia juga tengah mempertimbangkan opsi penambahan 28 unit F-35 di tahun-tahun mendatang.

Menurut The Australian, harga sebesar AUD 12,4 miliar adalah harga untuk pembelian 58 F-35 lengkap dengan senjata dan pelatihan, dan AUD 1,6 miliar untuk pembangunan fasilitas dan infrastruktur baru untuk F-35 yang akan dibangun di Pangkalan Udara Williamtown di New South Wales dan Pangkalan Udara Tindal di Northern Territory.
Seperti yang dikatakan The Australian, pembelian F-35 tersebut adalah pembelian termahal untuk kesepakatan pertahanan dalam sejarah Australia. Pembelian ini juga muncul di saat anggota parlemen Australia memangkas dana pensiun dan layanan lainnya guna mengembalikan surplus anggaran. Menanggapi hal ini, Perdana Menteri Tony Abbott berulang kali menegaskan dalam pidatonya bahwa pemerintah Australia sudah memiliki dananya dan pembelian F-35 ini tidak akan mempengaruhi anggaran di masa mendatang.

"Saya ingin menekankan bahwa ini adalah uang yang disisihkan pemerintah selama dekade terakhir atau lebih, untuk memastikan bahwa pembelian ini dapat dipertanggungjawabkan," kata Abbott dilansir The Guardian. Abbott juga menjelaskan bahwa di masa depan, mau tidak mau Australia akan sampai pada satu titik dimana Australia akan membutuhkan kapal baru, pesawat baru, kendaraan lapis baja baru dll, sehingga Australia harus menyisihkan uang mulai dari sekarang untuk dibutuhkan di masa depan guna menjaga kekuatan pertahanan tetap efektif.

Berbeda dengan Abbott, pernyataan Menteri Pertahanan Johnston lebih berfokus pada kemampuan F-35 dan bagaimana pesawat-pesawat ini akan menambah postur pertahanan Australia. "Ini (F-35) adalah sistem yang dapat mendeteksi musuh dari jarak yang cukup fenomenal (jauh) dan tersembunyi (siluman/anti-radar), sehingga sangat sulit untuk dilacak," kata Johnston. Johnston juga menambahkan: "Kami menilai pesawat ini akan memenuhi semua kebutuhan Australia dalam hal kemampuan pesawat hingga sekitar tahun 2050."

Australia merupakan salah satu anggota dari program JSF (Joint Strike Fighter), dan pada awal program Australia menandantangani kontrak untuk mengakuisisi sekitar 100 F-35. Jumlah ini masih bisa dicapai seandainya opsi penambahan 28 F-35 sudah disetujui. Namun, beberapa anggota JSF lainnya seperti Italia, Denmark dan Kanada tampaknya tidak se-royal Australia, mereka kembali mengevaluasi pilihan mereka terhadap F-35 mengingat harganya yang terus melambung tinggi. Bahkan 2013 lalu santer beredar kabar bahwa Denmark dan Kanada berkemungkinan meninggalkan program JSF. Jika sekutu AS banyak yang keluar dari program ini (tidak membeli atau mengurangi jumlah yang akan dibeli) maka harga F-35 akan terus melambung. Namun pembelian Australia kemungkinan ini bisa menambah "iman" pelanggan potensial lain seperti Korea Selatan, Jepang dan Singapura yang juga ingin membeli pesawat ini.
Sebelumnya, banyak analis yang berpendapat bahwa Australia kemungkinan juga akan kehilangan kepercayaan dalam program pesawat tempur generasi kelima ini, terutama setelah pengumuman tahun lalu yang menyatakan bahwa Australia akan membeli 12 pesawat tempur Super Hornet tambahan dari Boeing untuk memperkuat armada yang ada. Tapi tampaknya pembelian Super Hornet ini hanya menjadi pengisi kesenjangan kekuatan tempur udara di Angkatan Udara Australia (RAAF) sebelum mereka menerima atau mengoperasikan F-35.
 
Dua F-35 pertama dari pesanan 14 unit yang disetujui untuk RAAF pada tahun 2009 kemungkinan akan dikirimkan pada akhir tahun ini ke pusat pelatihan terintegrasi RAAF di Pangkalan Udara Luke di Arizona dan akan terus berada di sana selama fase pengujian dan pelatihan. F-35 yang dibeli oleh Australia sendiri adalah varian conventional take-off and landing (CTOL) atau F-35A (khusus untuk angkatan udara).

Keputusan Canberra untuk mendasarkan kemampuan tempur udara di masa depan pada F-35 berarti menegaskan kembali komitmennya untuk menjadi pemimpin di kawasan regional, karena salah satu keunggulan utama F-35 adalah kemampuannya untuk beroperasi dalam satu kesatuan armada yang besar seperti berkolaborasi dengan F-35 dari negara lain. Sebagaimana yang dikatakan Jenderal Mike Hostage, Komandan Tempur Udara AS, bahwa: "Kemampuan pesawat (F-35) untuk beroperasi satu sama lain melalui secure distributed battlespace adalah pondasi penting untuk menghadirkan armada raksasa. Dan keunggulan F-35 yang bersifat sebagai armada global akan memberi keunggulan semua aliansi yang menggunakan F-35 karena dapat berkomunikasi satu sama lain dan saling mendistribusikan sistem operasi tempurnya."

Dengan demikian, semakin banyak negara-negara Asia yang menggunakan F-35, semakin besar kekuatan tempur yang ada di wilayah tersebut. F-35 Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura masing-masing akan saling melengkapi dalam operasi tempur.
Bertolak ke Eropa, bulan Juli nanti sepertinya akan menjadi pembuktian bagi F-35 dalam penerbangannya di pameran udara internasional Farnborough Air Show di luar London. Ini akan menjadi penerbangan pertama F-35 di luar AS.
Banyak yang menilai tujuan AS dalam memamerkan F-35 di Farnborough adalah untuk meningkatkan kepercayaan dari sekutu-sekutunya dalam program JSF. Selain itu, kehadiran F-35 pada pameran udara internasional tentu akan menghadirkan suasana baru mengingat selama ini pesawat-pesawat Rusia-lah yang paling menonjol di pameran-pameran udara internasional.

Gambar: U.S. Air Force photo/Master Sgt. Jeremy T. Lock